Kamis, 02 April 2020

Mata Kail Keberuntungan


"Uuuhhh..., sebel! Kenapa sih, nggak ada satu pun ikan yang terjerat kailku?" gumam Satria kesal. Dengan kasar, ditariknya alat pancing itu dari dalam kolam.

Hari ini Satria ikut Ayah memancing di kolam pemancingan Tirta Mas. Baru kali ini dia ikut Ayah mancing.

Biasanya, di Hari Ahad begini, dia lebih suka bermain sepeda bersama teman-temannya. Namun sayang, hari itu teman-temannya sudah punya kesibukan masing-masing.

Adi akan membantu Ayahnya mengecat rumah. Joshua ikut orang tuanya berkunjung ke rumah neneknya yang sedang sakit. Sementara Budi yang sedang tidak enak badan, katanya. Tadinya sih, Budi mau saja ikut bersepeda dengan Satria. Namun Ibu Budi melarang keras.


Satria jadi kesal. Tadi dia sudah ingin bersepeda sendiri. Tetapi, apa enaknya bersepeda sendiri. Akhirnya, dia lalu menawarkan diri ikut Ayahnya memancing. Jadilah dia ada di sini sekarang.

"Uh... lagi-lagi sial!" gerutu Satria sambil menghentakkan kaki ke tanah.

Beberapa pemancing lain menoleh ke arahnya. Wajah mereka nampaknya kesal mendengar gerutu Satria.

"Sssttt, kalau lagi mancing itu, tidak boleh ribut," bisik Ayah di sampignya. "Kita pindah saja, yuk!" Ayah lalu mengajak pindah ke tempat yang lebih sepi. Ayah merasa tidak enak kepada pemancing yang lain.

"Ini, Ayah beri mata kail keberuntungan Ayah," kata Ayah sambil menyodorkan sebuah mata kail. Mata kail itu nampaknya sudah cukup tua, sudah karatan, dan penuh goresan.

"Coba kamu pakai. Kalau pakai mata kail ini, Ayah selalu dapat ikan banyak," bujuk Ayah.

Dengan senang hati, Satria memasang mata kail itu di ujung kailnya. Kemudian, dilemparkannya ke air. Huuup...

Satria lalu duduk dengan sabar menanti keajaiban mata kail tersebut. Angin semilir membuat matanya terasa berat.

Hampir saja kepalanya terkulai lemas ketika tiba-tiba dirasakannya suatu hentakan dari kail yang dipegangnya

"Haa! Ayah..... bantu, dong! Ikannya besar nih, Yah," soraknya gembira.


Akhirnya, dengan bantuan Ayah, Satria berhasil menangkap ikan yang lumayan besar. Dia tersenyum bangga. Dilepaskannya mulut ikan itu dari ujung mata kailnya. Ditaruhnya, ikan itu di ember yang sudah disiapkan sebelumnya.

Ia kemudian kembali memasang umpan di mata kail keberuntungannya itu. Dengan sekali sentak, dia melemparkan alat pancingnya ke dalam kolam. Kali ini, aku tidak boleh tertidur lagi, tekadnya.

Beberapa kali, Satria berhasil mendapatkan ikan kembali. Lumayan juga, pikirnya senang.

"Sudah siang, kita pulang, yuk!" Ajak Ayah. "Ibu pasti sudah menunggu dengan bumbu bakarnya yang sedap."

Satria senang membayangkan sebentar lagi dia akan menyantap ikan bakar hasil pancingannya sendiri.

"Ayah, lihat! Aku berhasil dapat 7 ekor. Mungkin ini karena aku memakai mata kail keberuntungan Ayah."

"Sebenarnya, yang hebat itu bukan mata kailnya, tapi kamu...." kata Ayah sambil tersenyum.

"Loh, kok bisa?" tanya Satria heran.

"Kunci keberhasilan memancing itu adalah kesabaran. Tadi, waktu pertama, kamu tidak sabar, bahkan sampai marah-marah. Ya... ikannya jadi lari semua, tidak mau mendekat. Tapi tadi, ketika kamu sudah lebih tenang, ikan pun mendekat dan memakan umpanmu."

"Oh, begitu ya, rahasianya. Kapan-kapan, aku ikut lagi ya, Yah! Aku janji, akan bersikap lebih sabar lagi," janji Satria.

Ia dan Ayahnya lalu tos kepalan tangan di udara sambil tertawa lepas.(Firmanawaty Sutan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Steve dan Gambang Kromong

Steve dan Gambang Kromong Oleh Nur Izzi Muntaha Hari ini penghuni kelasku bertambah lagi. Namanya Steve. Semua siswa di kelasku menyambut ge...