Jumat, 17 April 2020

Kartu Lebaran Salah Alamat


Kartu Lebaran Salah Alamat

Sebentar lagi lebaran. Suatu hari sepulang sekolah, Didik, Memed, Umi, Iin, dan Dian mengobrol temtang pakaian baru, sepatu baru, sandal baru, uang saku lebaran, dan lain-lain. Hanya Iwan yang diam saja.

"Aku sudah dibelikan pakaian tiga stel oleh ibuku. Bagus-bagus modelnya. Belinya, di Pekalongan Plaza. Kalau kalian ingin melihatnya, datang saja ke rumahku!" kata Umi dengan bangga. Teman-temannya mendengarkan dengan wajah penasaran, kecuali Iwan, yang tetap saja menunduk.

"Wah, asyik, ya, punya ibu sebaik itu," cetus Didik.

"Memangnya, ibu kamu nggak baik, Dik?" tanya Umi dan Iin bersamaan.

"Ibuku sih baik, tapi kan, aku punya dua adik. Jadi, biar adil. Ibu memberikan kami masing-masing satu stel," jelas Didik.

"Aku juga baru dibelikan satu stel!" kata Dian.

"Tapi, kalau nanti kakakku datang dari Jakarta, aku pasti dapat oleh-oleh sepatu dan pakaian baru lagi."

"Heh, dari tadi ngomong baju sama sepatu melulu!" seru Memed. "Puasa kalian masih tetap jalan nggak...?"

"Masih jalan dong, Meeed....!" Jawab mereka serentak. Namun, Iwan masih saja membisu. Wajahnya sangat sedih.

"Kamu kenapa, Wan? Sakit, ya?" tanya Memed penuh perhatian. Teman-temannya yang lain juga menatap pada Iwan.

"Eh, aku nggak apa-apa kok. Puasaku juga belum bolong," jawab Iwan tenang, menutupi hatinya yang sedang sedih.

Petang itu, ketika maghrib tiba. Iwan berbuka puasa dengan segelas teh manis. Sebab, hingga waktu maghrib tiba tadi, masakan Ibu belum matang. Maklum, Ibu mulai memasak menjelang maghrib, setelah pulang bekerja.

Ya, semanjak ayah Iwan meninggal, ibunya harus bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka. Untuk membayar uang sekolah Iwan dan Anto, adiknya. Ibu bekerja menjadi buruh penjemur ikan asin di utara kota. Pukul delapan pagi, Ibu sudah berangkat, dan pulang setelah petang hari.

Tahun kemarin, setelah menjelang Lebaran, Iwan bisa gembira seperti teman-temannya tadi. Ayah dan Ibu, pasti akan mengajak dia dan Anto pergi ke Pasar Banjarsari untuk membeli pakaian baru dan kue-kue untuk Lebaran. Apalagi kalau puasa mereka penuh satu bulan, Ayah pasti akan memberikan uang saku lebaran sebagai hadiah.

Mengenang semua itu, hati Iwan jadi sedih. Ia tak tega melihat Ibu bekerja keras. Kulit tubuh dan muka Ibu jadi hitam karena terpanggang matahari waktu menjemur ikan. Iwan pernah nekat jadi tukang parkir. Tapi ketika Ibu mengetahuinya, ia melarangnya. Menurut Ibu, Iwan masih terlalu kecil untuk bekerja. Apalagi menjadi tukang parkir di pinggir jalan raya.

"Wan, ayo kita berbuka bersama!" suara Ibu menyadarkan Iwan dari lamunannya.

Di meja makan telah terhidang nasi yang masih mengepul, sayur asem, ikan asin goreng, sambal terasi, dan lalap mentimun. Iwan makan dengan lahap seperti Ibu dan Anto. Di sela-sela makan, Anto merengek minta dibelikan baju Lebaran.

"Sabar ya, To. Nanti kalau Ibu sudah dapat THR, pasti Ibu belikan," Ibu membujuk dengan halus, Anto pun terdiam.

Hati Iwan gelisah. Ia juga ingin meminta baju baru pada Ibunya. Tapi, ia tidak tega dan malu. Ia kan sudah besar. Tak pantas merengek-rengek. Iwan akhirnya hanya diam.

Esok harinya, usai Sholat Dhuhur di musholla, Iwan pulang dengan tergesa-gesa. Kata Memed, ada Pak Pos di depan rumahnya. Tetapi, setibanya di rumah, Pak Pos itu sudah pergi. Ada sepucuk surat di lantai dekat pintu. Iwan segera memungutnya. Dibacanya nama dan alamat yang tertera di amplop, "Kepada sahabatku Bayu Ariotomo, Jalan Jenderal Sudirman 319A...."

Sejenak Iwan tertegun. Ia tidak mengenal nama itu.

"Wah, ini pasti salah alamat. Alamatku, kan, Jalan Jenderal Sudirman 3/19A!" guman Iwan. "Kalau alamat di surat ini, sih, letaknya di pinggir jalan raya."

Hari itu kebetulan Ibu pulang cepat. Iwan memperlihatkan surat itu kepada Ibunya.

"Sepertinya, ini Kartu Lebaran. Tapi.... sepertinya sangat berarti bagi si penerima. Hmm...alamatnya, kan, nggak jauh dari sini. Kamu antar ke sana ya, Wan!"

Iwan menuruti saran Ibunya. Sore hari setelah mandi dan Sholat Ashar. Ia mencari alamat tersebut. Tanpa kesulitan Iwan berhasil menemukannya. Ternyata Bayu Ariotomo sebaya dengan Iwan. Rumahnya besar dan indah. Orang tua Bayu adalah pengusaha sarung tenun.

"Wah, ini Kartu Lebaran dari Sari, sahabat penaku. Terima kasih, ya!" ujar Bayu gembira. Dengan ramah, ia mengajak masuk ke rumahnya.

Oleh orang tua Bayu, Iwan diberi hadiah Lebaran sebuah parcel besar. Isinya sarung, pakaian, kopiah, sirup, dan kue-kue kaleng. Juga amplop berisi uang yang cukup bagi belanja Ibu untuk Lebaran nanti. Ibu, Iwan, dan Anto sangat bersyukur pada Allah SWT atas rezeki yang tak terduga itu.
.

Kartu Lebaran Salah Alamat oleh Purwandi T. Darsiyan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Steve dan Gambang Kromong

Steve dan Gambang Kromong Oleh Nur Izzi Muntaha Hari ini penghuni kelasku bertambah lagi. Namanya Steve. Semua siswa di kelasku menyambut ge...