Sabtu, 20 Juni 2020

Steve dan Gambang Kromong

Steve dan Gambang Kromong
Oleh Nur Izzi Muntaha

Hari ini penghuni kelasku bertambah lagi. Namanya Steve. Semua siswa di kelasku menyambut gembira. Kecuali Doni.

"Hello, mister kompeni? Mau apa koe orang ke sini?" ujar Doni meniru logat Belanda. Steve memang keturunan Indo. Ibunya Belanda, ayahnya Betawi. Steve duduk di belakangku, dan di belakang Steve, ada Doni, si raja usil.

"Eh, enak aja elu manggil aye kompeni. Mak gue emang Belanda, tapi Babe gue Betawi asli. Kenalin name aye, Steve!" ujar Steve bercanda, dengan logat Betawi yang lancar. Steve memang lahir di Jakarta, tepatnya di Kemayoran.

"Eh, gilee, kompeni bisa juga nyerocos pake bahasa Betawi yah? Manteb." ujar Doni yang kini menggunakan logat Betawi.

"Hehehe, bisa aja kamu, Don!" Steve yang mempunyai nama lengkap Steve Abidin Putra, tertawa geli.

Sejak kepindahannya ke sekolahku, Steve dengan cepat memiliki banyak teman. Dia sangat baik kepada siapa saja, bahkan kepada Doni yang sering mengusilinya.

"Eh, kompeni, makin lama, kamu kok makin tengil aja!" ujar Doni usil suatu hari.

"Tengil? Tengil itu apa, Don?" tanya Steve bingung.

Doni tidak menjawab. Malah tiba-tiba tangan Doni memegang leher Steve. Suasana kelas menjadi gaduh. Aku mencoba melerai. Namun, dalam hitungan detik, keadaan sudah berubah. Kini Steve berhasil menangkap tangan Doni, dan memelintirnya ke belakang tubuh. Doni terdorong ke dinding dan tampak pucat menyerah.

"Elu mau ngajak gue bercanda? Gue bisa silat tau! Elu jangan iseng terus sama gue. Oke?" Steve lalu membebaskan tangan Doni, memberi ampun. Doni terdiam ketakutan. Padahal selama ini dia selalu jadi 'jawara' di sekolah.

Saat pelajaran kesenian dimulai, anak-anak masih membicarakan kehebatan Steve tadi. Pak Sholeh, guru kesenian, memberi pengumuman sebelum pelajaran kesenian diakhiri.

"Anak-anak, mulai pekan depan, sepulang sekolah, kalian wajib ikut pelajaran Gambang Kromong. Besok surat untuk orang tua akan diedarkan," ujar Pak Sholeh.

Steve dan Gambang Kromong
Oleh Nur Izzi Muntaha

Sepekan pun berlalu. Pelajaran Gambang Kromong dimulai. Steve terlihat sangat bersemangat, sementara Doni malah tidak senang.

"Kampungan ah! Aku malas ikut! Bilang saja sama Pak Sholeh, aku sakit. Jadi mesti pulang duluan." kata Doni.

"Don, mengapa begitu? Ayo ikutan sebentar saja. Aku tahu, kamu mau main gameboy, kan? Nanti, setelah pelajaran Gambang Kromong, kita main gameboy bareng di rumahku, yuk!" bujuk Steve.

Sayangnya, Doni tidak peduli. Dia melangkah pergi meninggalkan kelas.

Ternyata, kegiatan dari Pak Sholeh ini adalah untuk melestarikan kebudayaan Betawi yang sudah mulai dilupakan. Pak Sholeh berencana ingin mengirim kami untuk mengikuti lomba Gambang Kromong tingkat SD se-Jakarta.

Kami pun belajar dengan giat. Main Gambang Kromong ternyata sangat menyenangkan. Steve terlihat senang. Dicobanya semua peralatan, dari alat musik gesek yang bernama Kongahyam, Tehyan, dan Skong. Alat-alat musik ini ternyata adalah alat musik China yang dipadukan dengan alat musik pribumi seperti Gambang, Kromong, Kecrek, Kemor, Gendang kempul, dan Gong.

"Wah, asyik sekali, ya! Aku suka sekali memainkan Gemdang kempul ini. Bunyinya menyenangkan. Sayang, Doni tidak bisa ikut," ujar Steve yang terus mencoba satu-persatu alat musik Gambang Kromong.

Sebulan berlalu, kelas kami berlatih dengan giat namun penuh canda. Sayangnya, Doni tidak pernah mau diajak ikut. Akhirnya, kelas kami tampil dalam lomba antar SD se-Jakarta. Berkat latihan dan kerja keras serta doa, kami pun berhasil menjadi juara satu. Sejak saat itu, kelas kami sering bermain Gambang Kromongbkeliling Jakarta. Bahkan pernah tampil di depan Gubernur DKI Jakarta.

Kami sangat senang. Steve selalu manjadi sorotan ketika kami bermain Gambang Kromong.

Pada suatu hari, Steve membawa berita heboh di kelas.

"Teman-teman, ibuku sangat suka dengan Gambang Kromong. Ibu mengajak kita semua untuk mementaskannya di Belanda, dalam acara Pentas Budaya Indonesia," ujar Steve yang disambut teriakan heboh di kelas kami.

Sayang, Doni tidak bisa ikut. Dia tidak tercatat sebagai anggota Gambang Kromong. Apa boleh buat. Akhirnya kami tetap tampil di Belanda tanpa Doni. Ternyata mencintai kebudayaan daerah sangat menyenangkan. Kalau bukan kita yang melestarikan kebudayaan bangsa, siapa lagi?

Steve dan Gambang Kromong oleh Nur Izzi Muntaha
.
.
Temukan artikel menarik lainnya di sini
Ikuti akun instagram penulis
Kunjungi juga channel youtube penulis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Steve dan Gambang Kromong

Steve dan Gambang Kromong Oleh Nur Izzi Muntaha Hari ini penghuni kelasku bertambah lagi. Namanya Steve. Semua siswa di kelasku menyambut ge...