Sabtu, 16 Februari 2019

Chitra dan Bis Ceria



Kakek Boas memiliki sebuah bis yang dipakai untuk menghibur anak-anak. Terutama anak-anak di perkampungan. Di sisi kiri dan kanan bi situ, ada tulisan besar “BIS CERIA”. Di dalam bis itu ada peralatan menggambar, mewarnai, panggung boneka, juga bermacam-macam mainan.

Setiap hari Sabtu dan Minggu, Kakek Boas mengajak Chitra, cucunya, berkeliling dengan bis itu. Bis Ceria biasanya parkir di lapangan perkampungan. Kakek Boas dan Chitra lalu mengajak anak-anak di perkampungan itu untuk masuk ke bis mereka. Anak-anak bisa menggambar, atau bermain dengan berbagai manian yang tersedia.mereka juga bisa mendengar Chitra dan kakeknya mendongeng.

Chitra memang suka sekali mendongeng. Ia biasanya memakai boneka tangan di panggung boneka. Agar ceritanya lebih seru, Chitra bahkan belajar ventriloquism pada teman kakeknya. Ventriloquism adalah bahasa perut. Chitra belajar berbicara tanpa menggerakkan bibirnya.

Pada suatu hari Sabtu, Kakek Boas dan Chitra pergi ke perkampungan yang tidak jauh dari rumah Chitra. Mereka sudah sering ke perkampungan itu.

“Kakek…, kita sudah sampai. Tuh, lihat! Anak-anak sudah berkumpul!” kata Chitra sambil memainkan Wupi. Wupi adalah boneka tangan dari kain yang berbentuk kucing. Saat bicara, mulut Chitra tidak bergerak, sehingga Wupi yang bicara.

“Wah, Chitra! Ventriloquism kamu semakin hebat! Bibirmu sudah tidak bergerak sama sekali,” puji Kakek. Chitra sangat bahagia.

Kakek kini memarkir Bis Ceria di lapangan. Anak-anak kampung itu berkerumun mendekat. Begitu pintu bis dibuka, mereka langsung masuk dengan tertib.

“Eh, itu si kecil Tino. Kenapa dia tidak ikut ke sini ya?” Chitra menunjuk ke sebuah rumah di dekat lapangan itu. Ada seorang anak kecil duduk sedih di depan pintu rumah.

“Wah, wajahnya sedih sekali. Coba bujuk dia, Chitra!” kata Kakek Boas.

“Apa Tino masih gagap ya, kalau bicara?” piker Chitra ketika melangkah menghampiri Tino. Saat itu pintu rumah terbuka, dan Ibu Dira keluar.

“Selamat siang, Ibu Dira. Apa Tino boleh main di bis ceria hari ini?” tanya Chitra pada Ibu Dira, ibu Tino.

“Tentu saja boleh, Chitra. Tapi, kamu lihat saja sendiri, Tino sedang sedih. Sejak tiga hari lalu dia tidak mau bicara,” kata Ibu Dira. Ia lalu bercerita penyebab Tino jadi sedih dan mogok makan.

Tiga hari lalu, Tino diajak kakaknya menonton pertandingan sepak bola. Sambil nonton, Tino ngobrol seru dengan kakaknya. Beberapa anak besar di sekitar mereka, mendengar cara Tino berbicara. Mereka lalu menertawakan Tino dan ikut-ikutan bicara gagap meniru Tino.

Chitra sangat kasihan pada Tino. Ia membujuk Tino untuk bermain di Bis Ceria, namun tidak berhasil. Chitra tidak putus asa, Ia segera kembali ke Bis Ceria dan mengambil Wupi si boneka tangan. Lalu…..

Seekor boneka kucing muncul dari balik pintu rumah Tino. Tino yang sedang main mobil-mobilan sendirian, terkejut.

“Halo! Namaku Wupi. Kata Kak Chitra, kamu sedang sedih ya? Kalau aku bertemu anak-anak nakal yang mentertawakanmu, akan kugigit mereka semua!!” kata Wupi.

Tino mulai tertarik. Ia berdiri dan mengikuti boneka kucing itu.

“Tino, ini Wupi teman Kak Chitra. Dia ingin kenalan denganmu,” Chitra muncul dari balik pintu. Tino tetap tidak mau bicara. Namun, ia mengelus-elus kepala Wupi.

Tino lalu mengikuti Chitra yang mulai melangkah kearah Bis Ceria. Tino terus mengikuti Chitra dan akhirnya masuk ke dalam bis.

“Aku sudah bertemu Tino. Dia akan mengunjungi bisku,” kata Chitra dengan suara ventriloquism sambil menggerakkan Wupi. Anak-anak di dalam bis yang sedang menggambar, tertawa gembira melihat Wupi.

Tino kini duduk di kursi kecil di dalam bis. Chitra mengizinkan Tino meminjam Wupi. Tino memegangi boneka itu sambil menunggu boneka itu berbicara. Dinda, salah satu anak perempuan yang ada di dalam bi situ, mentertawakan Tino.

“Tino, Wupi  tidak bisa bicara betulan! Dia kan Cuma boneka! Hahaha…..”

Tino memandangi Wupi dengan sedih, untung Chitra segera mendapat akal. “Tino, Wupi memang tidak bisa bicara. Tapi dia ingin sekali bicara, karena ia ingin punya banyak teman. Itu sebabnya, tadi kak Chitra yang mengucapkan kata-kata yang ingin dikatakan Wupi.” Bujuk Chitra.

Tino lalu tampak akrab dengan Wupi. Namun tiba-tiba ia keluar dari bis, dan berlari pulang. Chitra dan kakeknya heran. Tetapi, beberapa saat kemudian Tino muncul lagi membawa celengan ayamnya. Chitra mengerti dan terharu. Tino rupanya ingin membeli Wupi.

“Tino, sebetulnya, kakak ingin menghadiahkan Wupi untukmu. Tapi…. Selama ini, kak Chitra yang menjadi suara Wupi. Kakak mengucapkan kata-kata yang ingin diucapkan Wupi. Apa kamu mau mengucapkan kata-kata yang ingin disampaikan Wupi? Kamu mau coba, kan, Tino?” bujuk Chitra.

Tino terdiam cukup lama. Lalu…..
“Aaa…aku…akk…akan  co…coba.”
“Wah, kamu pintar sekali, Tino. Nah, ini Wupi untukmu,” Chitra menyerahkan Wupi kepada Tino. Tino sangat gembira.

Hari sudah sore. Kakek Boas menjalankan Bis Ceria meninggalkan lapangan itu. Tino melambaikan tangan dengan Wupi di tangannya.

“Se…selamat…ja…jalan Bis Ce…ceria. Sa…sampai…..ber…temu la…lagi…”

* - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * - * -

Diceritakan kembali oleh Eva S.
CERPEN BOBO






Kunjungi juga akun youtube penulis.
Jangan lupa untuk like, share, comment, dan subscribe yaa....
Karena itu semua gratis...

Terima kasih

Pedagang Yang Budiman



Sera adalah seorang pedagang keliling. Ia sangat ramah dan selalu gembira. Sambil menyusuri jalan , Ia menjajakan barang dagangannya, “Barang bagus! Barang bagus! Siapa yang mau beli? Siapa yang mau beli?”

Sera senang jika ibu-ibu mau membelikan anak-anak mereka barang yang bagus. Hatinya puas melihat anak-anak tersenyum bahagia.

Suatu hari, saat Sera sedang menyusuri jalan, ia melihat pedagang keliling lain bernama Taro.

“Pergi Sera!” seru Taro marah. “Ini jalanku! Aku yang lebih dulu berada di jalan ini! Kau boleh berdagang di sini setelah aku pergi!”

Sera segera pergi ke jalan lain. Taro lalu mengetuk pintu rumah pertama. Seorang gadis kecil membuka pintu.

“Oh, Nenek!” katanya. “Maukah Nenek membelikanku sesuatu?”

“Kita tidak mempunyai uang,” kata Nenek. “Tapi coba tanya ke pedagang itu. Apa dia mau menukar barang yang kau suka dengan kendi hitam kita?”

Ketika si gadis keluar, ia memperlihatkan kendi hitam dengan Taro. Taro mengamati kendi itu, lalu ia membuat goresan pada kendi itu agar harga belinya turun. Tetapi ia sangat terkejut, ternyata kendi hitam itu sebenarnya terbuat dari emas.

Timbul ide liciknya. Wanita tua ini tidak tahu bahwa kendinya terbuat dari emas. Akan kukatakan kendi ini jelek. Lantas aku pergi. Nanti aku akan kembali dan membelinya dengan harga yang sangat murah. Begitu piker Taro. Lalu ia berkata.

“Kendi ini tidak bagus!” Setelah mengembalikan kendi pada si gadis, ia segera pergi.

Tak lama kemudian, Sera melewati jalan itu. “Barang bagus! Barang bagus!” serunya. “Siapa yang mau beli? Siapa yang mau beli?”

Saat gadis kecil itu melihat Sera, ia berkata, “Nenek, bolehkah aku bertanya ke pedagang itu? Mungkin ia mau menukar barang yang kubutuhkan dengan kendi ini…”

“Tapi, kata pedagang yang tadi, kendi ini jelek,” sahut Nenek. “Coba tanyakan kepada pedagang yang ini.”

Gadis kecil itu memanggil Sera. “Maukah Bapak menukar barang bagus yang kubutuhkan dengan kendi ini?”

Sera mengamati kendi itu. Ia melihat goresan yang telah dibuat oleh Taro.

“Nyonya!” katanya pada si Nenek. “Kendi ini terbuat dari emas!”

Nenek memandang takjub. “Tetapi kata pedagang yang tadi, kendi ini tidak bagus!” sahutnya.

“Oh tidak,” kata Sera. “Kendi ini terbuat dari emas. Aku akan membayarkan dengan semua uangku yang ada. Lalu aku akan kembali membawa uang yang banyak.”

Ia tersenyum pada si gadis kecil itu. “Gadis kecil, ambillah beberapa barang yang kamu mau.” Katanya.

Setelah Sera pergi, datanglah Taro si pedagang yang pertama tadi. Ia berkata “Aku telah berjalan jauh. Tapi aku teringat pada cucumu yang ingin baranga daganganku. Aku akan member beberapa yang ia mau.

“Tukarlah dengan kendi hitam milikmu!”

Nenek lalu menceritakan apa yang dikatakan Sera tentang kendi tuanya. “Ia memberi kami uang yang banyak. Nanti ia akan kembali membawa uang yang lebih banyak.”

“Apa… uang lebih banyak..?” seru Taro marah dan kecewa. “Dia harus memberiku uang juga. Bagaimanapun, aku yang pertama melihat kendi itu!” Taro terus bersungut-sungut ( misuh-misuh ). Gadis kecil dan Neneknya hanya tersenyum geli melihatnya. Mereka bersyukur karena bertemu Sera si pedagang yang jujur.

Besoknya, Sera berhasil menjual kendi hitam itu dengan harga tinggi. Ia membayar lebih banyak pada Nenek. Saat pulang , ia berkata pada istrinya, “Aku telah melakukan sesuatu yang terbaik untuk kendi itu. Aku telah melakukan yang terbaik, sangat baik.”

“Apakah kita akan kaya?” tanya istrinya.
“Ya, kita pasti kaya, karena telah memberi sesuatu kepada orang yang tidak mampu. Mampu membantu orang lain yang kesusahan, membuatku merasa sangat bahagia….”

-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.

“Mampu membantu orang lain yang kesusahan, membuatku merasa sangat bahagia….” Sera

Diterjemahkan oleh Tututha, dari Some Pretty Little Thing

Cerpen BOBO




Kunjungi juga akun youtube penulis.
Jangan lupa like, share, comment, dan subscribe yaa....
Karena itu semua gratis....

Terima kasih....

Steve dan Gambang Kromong

Steve dan Gambang Kromong Oleh Nur Izzi Muntaha Hari ini penghuni kelasku bertambah lagi. Namanya Steve. Semua siswa di kelasku menyambut ge...